Beranda | Artikel
Mengenal Nama Allah Al-Khāliq, Al-Khallāq, Al-Bāri, dan Al-Muṣawwir
1 hari lalu

Mengenal nama-nama Allah merupakan jalan utama untuk merealisasikan tauhid ulūhiyyah — mentauhidkan Allah dalam ibadah. Sebab siapa saja yang mengenal Allah dengan nama-nama dan sifat-Nya, ia akan mencintai-Nya, tunduk kepada-Nya, dan hanya menyembah-Nya. Inilah tujuan penciptaan manusia: untuk beribadah kepada Allah semata, bukan kepada selain-Nya.

Nama-nama seperti Al-Khāliq, Al-Khallāq, Al-Bāri’, dan Al-Muṣawwir menunjukkan bahwa hanya Allah yang menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan, menyusun bentuk dan rupa makhluk dengan hikmah dan keindahan. Maka hanya kepada-Nya pulalah pantas dipanjatkan doa, harap, takut, dan cinta — bukan kepada makhluk yang juga diciptakan oleh-Nya.

Dalam tulisan ini, kita akan menelaah dalil empat nama agung ini dalam Al-Qur’an, makna yang dikandungnya, serta konsekuensinya bagi seorang hamba: yaitu kewajiban untuk hanya tunduk dan beribadah kepada Allah semata.

Semoga menjadi sebab tegaknya tauhid ulūhiyyah dalam hati dan bertambahnya cinta kepada Rabbul Ālamīn.

Dalil nama Allah Al-Khāliq”, “Al-Khallāq”, “Al-Bāri’”, dan Al-Muṣawwir”

Nama-nama al-Khāliq, al-Bāri’, dan al-Muṣawwir disebutkan bersamaan dalam firman Allah Ta‘ala,

هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ

“Dialah Allah, al-Khāliq (Maha Pencipta), al-Bāri’ (Maha Mengadakan), al-Muṣawwir (Maha Membentuk Rupa).” (QS. Al-Hasyr: 24)

Nama al-Khāliq” (Maha Pencipta) dan al-Khallāq”

Nama al-Khāliq disebut dalam Al-Qur’an sebanyak sebelas kali, di antaranya:

Dalam QS. Al-Hasyr: 24 (sudah disebutkan di atas).

Firman Allah,

فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

“Maka Mahasuci Allah, sebaik-baik pencipta.” (QS. Al-Mu’minūn: 14)

Firman-Nya,

أَفَرَأَيْتُم مَّا تُمْنُونَ – أَأَنتُمْ تَخْلُقُونَهُ أَمْ نَحْنُ الْخَالِقُونَ

“Apakah kalian memperhatikan apa yang kalian pancarkan? Apakah kalian yang menciptakannya, atau Kami yang menciptakannya?” (QS. Al-Wāqi‘ah: 58–59)

Dan masih banyak ayat lainnya.

Nama ini juga datang dalam bentuk mubālaghah (penegasan makna secara lebih kuat) sebanyak dua kali,

إِنَّ رَبَّكَ هُوَ الْخَلاَّقُ الْعَلِيمُ

“Sesungguhnya Rabbmu, Dialah al-Khallāq lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Ḥijr: 86), dan:

بلى وهو الخلاق العليم

“Benar, dan Dia adalah al-Khallāq lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yāsīn: 81)

Nama al-Bāri’” (Maha Mengadakan)

Nama al-Bāri’ disebutkan tiga kali dalam Al-Qur’an, yaitu:

Sekali dalam QS. Al-Hasyr: 24, telah berlalu penyebutannya.

Dan dua kali dalam QS. Al-Baqarah: 54,

فَتُوبُواْ إِلَى بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ عِندَ بَارِئِكُمْ …

“Maka bertobatlah kepada Yang Mengadakan kalian (al-Bāri’), lalu bunuhlah diri kalian sendiri. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian di sisi Yang Mengadakan kalian (al-Bāri’).”

Nama al-Muṣawwir” (Maha Membentuk rupa)

Nama al-Muṣawwir disebutkan secara eksplisit satu kali, yaitu dalam QS. Al-Hasyr: 24, sebagaimana telah berlalu penyebutannya.

Namun bentuk fi’il (kata kerja) dari nama ini disebutkan beberapa kali, di antaranya:

هُوَ الَّذِي يُصَوِّرُكُمْ فِي الأَرْحَامِ كَيْفَ يَشَاءُ

“Dialah yang membentuk kalian dalam rahim sesuai dengan yang Dia kehendaki.” (QS. Āli ‘Imrān: 6)

وَلَقَدْ خَلَقْنَاكُمْ ثُمَّ صَوَّرْنَاكُمْ

“Dan sungguh Kami telah menciptakan kalian, kemudian Kami bentuk kalian …” (QS. Al-A‘rāf: 11) [1]

Kandungan makna nama Allah Al-Khāliq”, “Al-Khallāq”, “Al-Bāri’”, dan Al-Muṣawwir”

Untuk mengetahui kandungan makna dari nama Allah tersebut dengan menyeluruh, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu makna kata Al-Khāliq, Al-Khallāq, Al-Bāri’, dan Al-Muṣawwir secara bahasa, kemudian dalam konteksnya sebagai nama Allah Ta’ala.

Makna bahasa dari Al-Khāliq, Al-Khallāq, Al-Bāri’, dan Al-Muṣawwir

Al-Khāliq

Al-Khāliq ( الْخَالِقُ ) adalah isim fā‘il (kata pelaku) dari kata kerja khalaqa – yakhluqu – khalqan (menciptakan). [2]

Kata al-khalq dalam bahasa Arab memiliki dua makna: (1) penciptaan dalam bentuk baru, yang tidak ada sebelumnya, yaitu mengadakan sesuatu dari ketiadaan; dan (2) penetapan ukuran dan perancangan. [3]

Ibnu Faris mengatakan,

(‌خلق) الْخَاءُ وَاللَّامُ وَالْقَافُ أَصْلَانِ: أَحَدُهُمَا تَقْدِيرُ الشَّيْءِ، وَالْآخَرُ مَلَاسَةُ الشَّيْءِ

“Kata (‌ خلق ) kha-lam-qa memiliki dua akar makna: pertama, penetapan ukuran atau perancangan sesuatu; kedua, kelicinan sesuatu.” [4]

Al-Fuyyumiy mengatakan,

وَأَصْلُ الْخَلْقِ التَّقْدِيرُ

“Asal makna al-khalq adalah penetapan ukuran.” [5]

Al-Khallāq

Al-Khallāq ( الْخَلاَّقُ ) adalah bentuk mubālaghah (penegasan makna yang lebih kuat) dari khalaqa. [6]

Bentuk mubālaghah (penekanan makna) dengan pola faʿʿāl ( فعّال ) menunjukkan makna banyak: yaitu banyaknya ciptaan Allah dan pengadaan-Nya, baik dari sisi jumlah maupun ragam bentuknya. [7]

Al-Bāri’

Al-Bāri’ ( الْبَارِئُ ) adalah isim fā‘il dari kata bara’a. [8]

Ibnu Faris rahimahullah menyebutkan,

(‌برأ) فَأَمَّا الْبَاءُ وَالرَّاءُ وَالْهَمْزَةُ فَأَصْلَانِ إِلَيْهِمَا تَرْجِعُ فُرُوعُ الْبَابِ

أَحَدُهُمَا الْخَلْقُ، يُقَالُ: ‌بَرَأَ اللَّهُ الْخَلْقَ يَبْرَؤُهُمْ بَرْءًا

وَالْأَصْلُ الْآخَرُ: التَّبَاعُدُ مِنَ الشَّيْءِ وَمُزَايَلَتُهُ، مِنْ ذَلِكَ الْبُرْءُ وَهُوَ السَّلَامَةُ مِنَ السُّقْمِ

“Kata (‌برأ) ba-ra-hamzah memiliki dua akar makna utama:

(1) Penciptaan, seperti dalam kalimat, ‘Allah menciptakan makhluk’, (dan dari sinilah nama al-Bāri’ berasal) …

(2) Pemisahan atau berlepas dari sesuatu, seperti dalam kata al-bur’, yang berarti kesembuhan dari penyakit.” [9]

Al-Fuyyumiy mengatakan tentang makna kata ba – ra – ya:

(ب ر ي) … وَبَرَأَ اللَّهُ تَعَالَى الْخَلِيقَةَ يَبْرَؤُهَا بِفَتْحَتَيْنِ خَلَقَهَا فَهُوَ الْبَارِئُ

“Allah menciptakan makhluk, artinya: Dia mengadakan mereka, maka Dia adalah al-Bāri’.[10]

Al-Muṣawwir

Al-Muṣawwir ( الْمُصَوِّرُ ) adalah isim fā‘il dari kata ṣawwara. [11]

Ibnu Faris rahimahullah menyebutkan tentang makna ( صور ):

الصَّادُ وَالْوَاوُ وَالرَّاءُ كَلِمَاتٌ كَثِيرَةٌ مُتَبَايِنَةُ الْأُصُولِ. وَلَيْسَ هَذَا الْبَابُ بِبَابِ قِيَاسٍ وَلَا اشْتِقَاقٍ. … مِنْ ذَلِكَ الصُّورَةُ صُورَةُ كُلِّ مَخْلُوقٍ، وَالْجَمْعُ صُوَرٌ، وَهِيَ هَيْئَةُ خِلْقَتِهِ. وَاللَّهُ تَعَالَى الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ.

“(ṣad-waw-ra) memiliki banyak makna yang tidak satu akar, sehingga tidak masuk dalam kaidah analogi atau derivasi biasa. … Di antara maknanya adalah ṣūrah (rupa), yaitu bentuk ciptaan suatu makhluk. … Dan Allah Ta‘ala adalah al-Bāri’ dan al-Muṣawwir.” [12]

Makna Al-Khāliq, Al-Khallāq, Al-Bāri’, dan Al-Muṣawwir dalam konteks Allah

Ibnu Jarir Ath-Thabari menyebutkan tentang firman Allah (Dia-lah Allah al-Khāliq, al-Bāri’, al-Muṣawwir… ) – [QS. Al-Ḥasyr: 24]:

هو المعبودُ ‌الخالقُ، الذي لا معبودَ تصلُحُ له العبادةُ غيرُه، ولا خالقَ سِواه، البارئُ الذي بَرَأ الخلْقَ، فأوجَدهم بقدرتِه، المصوِّرُ خَلْقَه كيف شاء، وكيف يشاءُ.

“Maknanya, ‘Dia-lah Dzat yang berhak disembah, Sang Pencipta. Tidak ada sesembahan yang pantas selain Dia, dan tidak ada Pencipta selain Dia. Al-Bāri’: yang menciptakan makhluk dan mengadakan mereka dengan kuasa-Nya. Al-Muṣawwir: yang membentuk makhluk-Nya sebagaimana Dia kehendaki.’” [13]

Sedangkan tentang Al-Khallāq, beliau menyebutkan tentang firman Allah (yang artinya): (Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah al-Khallāq, al-‘Alīm) – [QS. Al-Ḥijr: 86],

يقولُ تعالى ذكرُه: إن ربَّك هو الذي خلَقهم وخلَق كلَّ شيءٍ، وهو عالمٌ بهم وبتدبيرِهم، وما يَأْتون مِن الأفعالِ

“Maknanya, ‘Sesungguhnya Rabbmu adalah yang menciptakan mereka dan menciptakan segala sesuatu, serta Maha Mengetahui tentang mereka dan apa yang mereka lakukan.’” [14]

Ibnu Katsir rahimahullah ketika mentafsirkan surah al-Hasyr ayat 24, beliau mengatakan,

وَقَوْلُهُ: {هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ} الْخَلْقُ: التَّقْدِيرُ، والبَراء: هُوَ الْفَرْيُ، وَهُوَ التَّنْفِيذُ وَإِبْرَازُ مَا قَدَّرَهُ وَقَرَّرَهُ إِلَى الْوُجُودِ، … {الْمُصَوِّرُ} أَيِ: الَّذِي يُنَفِّذُ مَا يُرِيدُ إِيجَادَهُ عَلَى الصِّفَةِ التي يريدها

“Al-Khāliq (Yang Maha Mencipta), maknanya adalah tāqdīr (penetapan ukuran). Al-Bāri’ (Yang Maha Membuat), adalah al-fary, yaitu pelaksanaan dan penampakan dari apa yang telah ditakdirkan dan ditetapkan ke dalam wujud nyata. … Al-Muṣawwir (Yang Maha Membentuk), yaitu yang melaksanakan apa yang ingin Dia wujudkan dalam bentuk rupa yang Dia kehendaki.” [15]

Syekh Abdurrahman bin Nashi As-Si’diy menjelaskan,

“‌الخالق، البارئ، المصور” الذي خلق جميع الموجودات وبرأها وسواها بحكمته، وصورها بحمده وحكمته، وهو لم يزل ولا يزال على هذا الوصف العظيم

“Al-Khāliq, Al-Bāri’, Al-Muṣawwir” adalah (Allah) yang menciptakan (mengukur) seluruh makhluk yang ada, lalu menjadikannya nyata, dan menyempurnakannya dengan hikmah-Nya. Dia membentuknya dengan pujian dan kebijaksanaan-Nya. Dan Dia senantiasa bersifat dengan sifat agung ini, sejak dahulu dan selamanya.” [16]

Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-Wahhab”

Konsekuensi dari nama Allah Al-Khāliq”, “Al-Khallāq”, “Al-Bāri’”, dan Al-Muṣawwir” bagi hamba

Penetapan nama Al-Khāliq, Al-Khallāq, Al-Bāri’, dan Al-Muṣawwir bagi Allah Ta’ala memiliki banyak konsekuensi, baik dari sisi sifat dan pengkhabaran terhadap Allah, maupun dari sisi hamba. Berikut ini beberapa konsekuensinya dari sisi hamba:

Beriman bahwa nama-nama tersebut merupakan nama Allah

Bahwa Allah adalah satu-satunya Al-Khāliq (Pencipta), sedangkan selain-Nya adalah makhluk. Allah Ta‘ala berfirman,

قُلِ اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ

“Katakanlah: Allah adalah Pencipta segala sesuatu, dan Dia-lah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.” (QS. ar-Ra‘d: 16)

Dan firman-Nya,

هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ

“Adakah pencipta selain Allah?” (QS. Fāṭir: 3)

Maka segala sesuatu selain Allah adalah makhluk dan sesuatu yang baru (muhdats), yang sebelumnya tidak ada kemudian diciptakan. Seluruh makhluk didahului oleh ketiadaan, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla,

هَلْ أَتَى عَلَى الإِنسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُن شَيْئًا مَذْكُورًا

“Bukankah telah datang kepada manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang disebut?” (QS. al-Insān: 1) [17]

Diharamkannya menggambar makhluk bernyawa

Allah mengharamkan hamba-hamba-Nya untuk membuat gambar makhluk bernyawa, karena hal itu merupakan bentuk penyerupaan terhadap ciptaan Allah—yakni meniru apa yang Allah ciptakan dan bentuk dari makhluk bernyawa. Sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Muslim,

الذين يشبهون بخلق الله

“Orang-orang yang meniru ciptaan Allah…”

Telah datang banyak hadis yang mengancam para pembuat gambar dengan azab paling keras. Seperti sabda Nabi ﷺ,

إن أشد الناس عذابًا عند الله يوم القيامة المصورون

“Sesungguhnya orang yang paling keras azabnya di sisi Allah pada hari kiamat adalah para pembuat gambar.” (Muttafaq ‘alaih)

Dan sabda beliau ﷺ,

إن الذين يصنعون هذه الصور يعذبون يوم القيامة، يقال لهم أحيوا ما خلقتم

“Sesungguhnya orang-orang yang membuat gambar ini akan diazab pada hari kiamat, dan akan dikatakan kepada mereka, ‘Hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan!’” (Muttafaq ‘alaih)

Perintah ini tentu mustahil dilaksanakan. Pelajaran dari hadis ini adalah bahwa azab terhadap pembuat gambar adalah dengan ditugaskan untuk meniupkan ruh ke gambar tersebut—dan mereka tidak mampu melakukannya—sehingga siksaan itu berlangsung terus menerus. [18]

Kewajiban beribadah hanya kepada Allah

Kita harus menyadari bahwa Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā tidak menciptakan makhluk yang agung ini sia-sia atau main-main, dan bukan pula tanpa tujuan. Allah menciptakan makhluk dengan tujuan yang agung. Sebagaimana firman-Nya,

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ

“Apakah kalian mengira bahwa Kami menciptakan kalian secara sia-sia, dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. al-Mu’minūn: 115)

Maksudnya, apakah kalian menyangka bahwa kalian diciptakan secara sia-sia, tanpa maksud dan hikmah dari Kami terhadap kalian? Maha Suci Allah dari hal tersebut.

Allah juga menjelaskan tujuan agung penciptaan ini dalam firman-Nya,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ والإنس إلا لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah-Ku.” (QS. adz-Dzāriyāt: 56) [19]

Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang mengesakan-Nya dalam peribadahan; dan memberikan taufik-Nya kepada kita untuk senantiasa takut, berharap, dan cinta kepada-Nya, serta menjauhkan kita dari segala bentuk syirik dan kesombongan. Aamiin.

Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-Khabiir”

***

Rumdin PPIA Sragen, 18 Muharam 1447

Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab

Artikel Muslim.or.id

 

Referensi utama:

Al-Badr, Abdur Razzaq. 2015. Fiqhul Asma’il Husna. Cet. ke-1. Mesir: Dar ‘Alamiyah.

An-Najdi, Muhammad Al-Hamud. An-Nahjul Asma fi Syarhil Asma’il Husna. Kuwait: Maktabah Imam Dzahabi.

Al-Misy‘ad, Mubarak Abdullah. At-Ta‘liq al-Asna ‘ala Manzhumat Asma’ Allah al-Husna li Ibni ‘Utsaimin wa Mukhtashariha. Cetakan Pertama. Dammam: Dar Ibn al-Jauzi, 1444.

 

Catatan kaki:

[1] Disarikan dari An-Nahj al-Asmā’, hal. 112-118.

[2] Al-Bayan fi Tasrif Mufradat al-Qur’an ‘ala Hamisy al-Mushaf al-Sharif, hal. 548.

[3] an-Nahj al-Asma, hal. 112.

[4] Mu‘jam Maqāyīs al-Lughah, hal. 268.

[5] Al-Miṣbāḥ al-Munīr, 1: 180.

[6] Al-Bayan, hal. 445.

[7] At-Ta‘liq al-Asna, hal. 79.

[8] Al-Bayan, hal. 548.

[9] Mu‘jam Maqāyīs al-Lughah, hal. 88.

[10] Al-Miṣbāḥ al-Munīr, 1: 46.

[11] Al-Bayan, hal. 548.

[12] Mu‘jam Maqāyīs al-Lughah, hal. 497.

[13] Tafsīr Ṭabarī, 22: 555.

[14] Ibid, 14: 106.

[15] Tafsir Ibnu Katsir, 8: 80.

[16] Tafsir as-Sa’di, hal. 947.  Lihat juga Fiqh al-Asma’, hal. 110.

[17] Disarikan dari an-Nahj al-Asma, hal. 119.

[18] Ibid, hal. 121.

[19] Ibid, hal. 123.


Artikel asli: https://muslim.or.id/107820-mengenal-nama-allah-al-khaliq-al-khallaq-al-bari-dan-al-musawwir.html